Facebook : Pisau Bermata Dua

Hari gini siapa yang tak tahu Facebook? Boleh dikata hampir tiap orang, tua, muda, bahkan sampai anak SD pun tahu, dan bisa jadi sebagian besar mereka punya akun di sana. Situs ini memang sangat fenomenal. Dengan berbagai fiturnya yang inovatif dan ‘memudahkan’, memungkinkan member untuk berbagi apa pun dengan komunitasnya, mulai berbagi foto, cerita, sukacita, keluh kesah, umpatan, bahkan tipuan.



Banyak orang yang kembali berjumpa teman lama, memperoleh kenalan baru, bahkan tetap bisa berkomunikasi dengan mantan pacar berkat jasa Facebook. Tidak bisa dipungkiri bahwa situs komunal ini memiliki seabrek kelebihan yang memungkinkan orang tetap dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terbatas oleh ruang dan waktu.

Bagitu fenomenalnya Facebook, hingga keberadaannya telah mampu mengubah budaya, perilaku, dan gaya hidup manusia sekarang. Banyak yang tidak sadar bahwa mereka tidak lagi menggunakan Facebook sebagai sarana interaksi-komunikasi, melainkan telah menjadi suatu bentuk ketergantungan (adict). Rasanya ada yang aneh kalau tidak membuka situs tersebut sehari saja. Adiksi ini kemudian berdampak ke wilayah lain: etika dan produktifitas.

Lihat saja para murid atau mahasiswa yang dengan diam-diam mencuri akses ke Facebook via ponsel saat di dalam kelas guru atau dosennya dengan semangat empat lima hingga mulutnya berbuih melantunkan materi belajar. Atau pengendara sepeda motor yang jalannya melenceng karena matanya memelototi ponsel saat chating pake Facebook sambil berkendara. Contoh lain yang terjadi di lingkungan instansi pemerintah atau swasta: banyak karyawan yang ‘menyempatkan diri’ membuka Facebook saat jam kerja dimana seharusnya energi yang tercurah digunakan untuk melaksanakan tanggungjawab pekerjaan. Facebook tampaknya sudah menjadi racun yang menyebar ke seluruh pembuluh darah hingga kapiler dan menyebar meresap ke setiap jaringan tubuh.

Hal ini masih diperparah oleh ketidakpahaman mengenai konsekuensi sosial pengguna ketika memutuskan untuk membuat akun di Facebook. Di situs semacam ini, dimana pengguna tersebar di seluruh dunia dengan keragaman bangsa, budaya, intelektual, dan norma, akan sangat memungkinkan munculnya masalah dalam interaksi sosial. Dan mayoritas pengguna tidak paham akan hal ini. Akibatnya jika ada pihak lain yang dengan sengaja atau tidak melakukan posting atau membentuk group atau event yang mengandung content yang berseberangan, mereka akan berkoar-koar supaya Facebook ditutup atau diblokir. Belum lagi kalau menyangkut (atau disangkutkan) dengan bangsa atau religi tertentu. Lucu.

Lepas dengan segala kelebihannya, Facebook memang memiliki potensi untuk disalahgunakan. Pengertian disalahgunakan adalah tindakan tertentu yang dilakukan oleh pihak pengguna dan bukan Facebook itu sendiri. Ibarat pisau, ia bisa digunakan untuk kepentingan memasak misalnya, tapi ia juga bisa digunakan untuk membunuh orang. Dan itu bukan salah pisaunya!

Facebook memang telah berjasa memampukan kita untuk selalu berkomunikasi dengan rekan, kerabat, dan orang-orang yang kita sayangi. Namun kita juga harus memahami konsekuensinya. Jadi kita harus lebih arif dan bijaksana dalam menggunakan Facebook.

Semesta Biologi

Related Posts by Categories




0 komentar:

Posting Komentar

Jika merasa artikel yang telah Anda baca bermanfaat, silahkan meninggalkan komentar