Kisah Perburuan Harta Karun 3 : Pengangkatan Yang Mahal dan Sulit

Pria itu mengangkat tangan. Lalu terjun ke laut. Arus gelombang awal April 2004 itu sedang memuncak. Kapal motor yang ditumpangi bergoyang kencang. Dia terus menyelam. Di kedalaman 50 meter air lebih tenang. Arus tak kencang. Suasana hening.
Di dasar laut seperti itu, yang ditakutkan bukan raksasa hiu yang dalam sekali gerak bisa merobek tubuh, tapi ubur-ubur beracun! Disengat hewan kecil ini membuat kulit gatal tak terkira. Melepuh dan terbakar. Beruntung, pagi itu rombongan ubur-ubur tidak berpawai.
Bersama dua kawannya, pria ini bekerja leluasa. Dari dasar laut itu, mereka mengangkat rupa-rupa benda. Perunggu, jamrud, kristal, emas, berlian dan rupa-rupa barang berharga. Paimo, nama pria bertubuh garing itu, setiap hari terjun ke laut. Dia seorang penyelam. Bekerja di PT Paradigma Putera Sejahtera, perusahaan swasta yang rajin memburu harta karun di sejumlah wilayah di Indonesia. Sepanjang April itu, Paimo membenamkan diri di laut Jawa.
Harta karun yang dikumpulkan dari Cirebon itu jadi cerita heboh sepanjang dua pekan terakhir. Semua media melansir gambar aneka harta karun itu. Semua barang antik itu adalah peninggalan lima dinasti dari Tiongkok. Dilelang di Jakarta. Total nilai Rp 800 miliar! Bukan cuma harga selangit itu yang membuat publik terkagum-kagum, jenis harta karun yang dilelang itu juga bikin tercengang. Dari seluruh harta karun yang dilelang itu, ada sebuah batu permata yang paling langka. Sejumlah catatan menyebutkan bahwa di sekujur dunia, cuma ada 40 batu sejenis! Harta dari masa lalu itu terbenam di laut Jawa. Persis dititik tengah antara Pulau Jawa dan Kalimantan. Sekitar 80 mil dari bibir pantai Cirebon. Kapal pembawa harta karun itu diperkirakan nyungsep di situ tahun 984 masehi.

Mengangkat harta karun dari laut dalam seperti itu, tentu saja bukan pekerjaan gampang. Bukan sekedar mampu menyelam, fisik juga harus tangguh. Paimo, misalnya, harus menggendong tabung baja oksigen seberat 80 kilogram saat menyelam. Para penyelam itu juga harus mengantongi sertifikat APPI (Asosiasi Penyelam Profesional Indonesia) yang merupakan standar internasional. Mereka harus tahu persis kapan waktu yang tepat menyelam, rupa-rupa tekni menghadapi laut ganas dan paham berapa lama harus membenam diri di air.
Waktu yang ideal untuk menyelam sekitar dua jam. Waktu dua jam itu dibagi dua. Selama 25 menit di dasar laut. “Tidak boleh lebih,” kata Paimo kepada VIVAnews. Sedang sekitar satu 1 jam 3,5 menit adalah waktu untuk turun dan naik ke permukaan laut.
Selama proses pengangkutan harta karun di pusat laut Jawa itu, kisah Paimo, para penyelam selalu bergerak dalam tim. Satu tim minimal tiga diver (sebutan untuk penyelam). Mereka biasanya berbagi tugas.
Dua diver bertugas mengambil barang dari kapal karam dan satu orang mengangkat keping harta karun itu ke sebuah keranjang berukuran 2 x 1,5 meter. Keranjang itu ditarik petugas di kapal motor. Walau kapal harta karun itu cuma karam di kedalaman 56 hingga 58 meter, aturan untuk para penyelam ini sangat ketat. Ada tahapan saat mereka naik ke permukaan laut. Semua tahapan itu penting bagi tubuh beradaptasi dengan tekanan air. Jika mengabaikan aturan itu, maka sangat berbahaya. Salah satu bahaya yang ditakutkan adalah terserapnya zat nitrogen tabung ke dalam tubuh. Meremehkan aturan ini adalah sebab kecelakaan dan lumpuhnya sejumlah penyelam di masa tua. Karena semua aturan ditaati, tidak satu pun penyelam yang mengangkut harta karun di laut Jawa itu celaka.

Direktur PT. Paradigma Putra Sejahtera, Adi Agung Tirtamarta menceritakan, kisah perburuan harta karun di Laut Jawa itu bermula dari seorang nelayan. Sang nelayan bercerita bahwa ada harta karun di laut Cirebon.
Adi Agung yang sudah lama berburu harta karun itu tentu saja penasaran. Tapi si nelayan tidak tahu di mana persisnya letak harta karun itu terpendam. Informasi itu kemudian dianggap kabar burung. Dua tahun kemudian seorang nelayan lain tidak sekedar mengulang cerita yang sama, tapi juga memberi bukti. Dia membawa sebuah keramik tua. Adi Agung terbelalak. Bertahun-tahun memburu harta karun, dia paham betul bahwa itu keramik dari masa lalu. Adi pun bergegas. Mengerahkan sejumlah jagoan pemburu harta mengendus informasi itu. Mengurus perijinan ke pemerintah Desember 2003. Dari pengendusan yang dilakukan timnya, Adi kian yakin dengan adanya harta karun itu. Segenap persiapan awal lalu dilakukan. Survei dilakukan Februari 2004. Untuk urusan survei ini, dia bekerjasama dengan perusahaan Cosmix Archeology Underwater Research and Recovery Ltd, milik Luc Heymans asal Belgia. Tim survei ini memastikan harta itu terpendam di kejauhan 80 mil dari Cirebon.
Sesudah memastikan posisi harta karun itu, Adi mengajukan ijin kedua yaitu ijin pengangkatan. Ijin itu keluar. Maka proses pengangkatan dimulai pada bulan April 2004 dan berakhir pada bulan Oktober 2005.
Proses pengangkatan selama itu melibatkan 39 penyelam berpengalaman. Dia menyewa 17 diver asing asal Australia, Inggris, Jerman, Perancis dan Belgia. Sebanyak 22 penyelam lokal. Total operasi penyelaman sebanyak 22 ribu kali dan semuanya zero acccident. Biaya mengangkut harta karun itu tidak sedikit. Dibutuhkan US$ 10 juta atau sekitar Rp 94 miliar pada kurs Rp 9400 untuk seluruh proses.

Bisnis harta karun memang gurih. Itu sebabnya banyak pula yang pemburu yang bergerak secara ilegal. Menurut Paimo, untuk para penyelam ilegal itu gajinya sekitar Rp 30 juta per bulan. Pria berusia 32 tahun ini mengaku tidak tertarik masuk jalur gelap itu. Dibanding jalur gelap itu, Paimo menerima gaji jauh lebih kecil, Rp 5 juta sebulan. Dengan gaji segitu, dia mengaku berbahagia sebagai penyelam. Sebab selain mendapat gaji, juga bisa menunggang seekor hiu loreng yang melintas di laut lepas. Hiu jenis ini, katanya, tidak suka makan daging.

Artikel sebelumnya: 1 The Nanking Cargo, 2 Mel Fisher Sang Legenda

Semesta Biologi

Related Posts by Categories




0 komentar:

Posting Komentar

Jika merasa artikel yang telah Anda baca bermanfaat, silahkan meninggalkan komentar