Sering sekali saya menjumpai anak-anak yang sedang bermain menirukan dialog para tokohnya. Dalam pengamatan saya, anak-anak itu meniru dengan persis dialog dalam film tersebut meski dalam Bahasa Malaysia. Misalnya saja saat mereka meniru intonasi khas Upin dan Ipin saat memanggil Atuk (kakek):”Atuk, …ooo…Atuk…!”. Ada lagi ucapan khas Ipin tentang pembenaran sesuatu saat berbicara dengan teman-temannya:”Betul, betul, betul…!” Yang meniru ucapan tersebut bukan cuma anak-anak, bahkan anak SMA juga melakukannya saat ngobrol atau bercanda dengan teman-temannya.
Saya sempat melihat film itu sebentar saat pertamakali tayang, dan langsung tidak tertarik! Gara-gara anak saya menyukai film itu dan sering minta dibelikan VCDnya meski rajin juga mengikutinya di TV, akhirnya saya jadi penasaran. Apa sih yang membuat film animasi itu memiliki daya tarik yang begitu heboh buat anak-anak? Saat anak saya melihat film itu, saya menemaninya sambil mencoba mengamati alur ceritanya. Setelah beberapa episode saya ikut melihat, baru saya paham kekuatan film animasi ini.
Ide film animasi ini sebenarnya sederhana. Cerita berkisar tentang dua tokoh sentralnya, yaitu dua anak kakak beradik Upin dan Ipin. Keduanya tinggal bersama kakak perempuannya, Ros, dan neneknya, Opah. Sementara, konon kedua orangtua Upin dan Ipin sudah meninggal. Itu sebabnya dalam cerita tidak pernah muncul tokoh tersebut.
Dalam banyak episode, film tersebut bercerita tentang hal-hal sederhana sehari-hari yang dialami dan dilakukan oleh Upin dan Ipin dalam kehidupan yang sederhana pula. Misalnya saja saat mereka berkebun, belajar sholat, belajar menunaikan ibadah puasa, menangkap ayam, saat mereka bermain sepeda, tentang menggosok gigi, dan bahkan tentang kenakalan mereka bermain-main dengan sandal para jamaah yang lagi sholat di masjid. Meskipun ceritanya sederhana, menurut saya inilah kekuatannya. Film bercerita tentang kehidupan sehari-hari Upin dan Ipin, yang juga dialami oleh anak-anak di sini dalam keseharian mereka. Bagusnya lagi, dalam sekian episode yang sempat saya cermati, tidak ada adegan yang menyangkut kekerasan, umpatan, ataupun iri dengki, kecuali misalnya saat Kak Ros memukul Ipin atau Upin karena kenakalannya. Ini pun wajar. Jadi secara keseluruhan (kalau sementara saya boleh simpulkan) film ini berisi cerita tentang kepolosan anak-anak saat bermain dan belajar dalam keseharian mereka.
Kelebihan lainnya, film ini secara mengajarkan kehidupan sosial yang baik dalam kemajemukan. Ada beberapa tokoh-tokoh lain teman Upin dan Ipin yang memiliki karakter yang khas, misalnya Mei Mei anak gadis Cina yang cerewet tapi cerdas, Jarjit anak India yang cerewet dan sok tau, Rajoo anak India penggembala sapi, Mail yang pemalas, Ehsan yang mikir makanan melulu, Fizi yang penakut, Susanti yang penyedih, Debby yang pendiam, Ijat yang belum bisa baca, dan Cik Guk Jasmine ibu guru yang sabar dan baik hati.
Anda lihat? Banyak karakter dan ras yang berbeda. Namun demikian dalam setiap alur cerita yang melibatkan tokoh-tokoh tersebut, selalu digambarkan kebersamaan, saling membantu, dan saling menghargai tanpa memandang latarbelakang atau perbedaan. Menurut saya ini hebat! Inilah media pendidikan yang baik untuk anak-anak. Tidak seperti film animasi yang lain yang penuh khayalan, apalagi sinetron Indonesia yang penuh dengan kekerasan, iri dengki, atau perebutan harta dan wanita!
Saya merenungkan hal ini. Andai saja kita seperti Upin, Ipin, dan teman-temannya, yang bisa bergaul dan bersosialisasi tanpa memandang latarbelakang apa pun dan tanpa otak kita dicemari oleh suatu konsep dari hasil doktrin tertentu. Alangkah indahnya! Betul, betul, betul …?
0 komentar:
Posting Komentar
Jika merasa artikel yang telah Anda baca bermanfaat, silahkan meninggalkan komentar