Seorang bekas anggota KGB (Komitet Gosudarstvennuy Bezopasnosti), Yuri Volodislavlich, yang pernah bertugas di Indonesia dari tahun 1971 - 1982 bercerita tentang pengalamannya sewaktu bertugas di Indonesia. Ia sengaja 'membuka' cerita, karena merasa bahwa ia harus berbuat sesuatu kepada rakyat Indonesia yang semakin memprihatinkan nasibnya.
Sebenarnya sejak ia mengundurkan diri dari dunia intelijen pada saat Uni Soviet pecah menjadi CIS (KGB dibubarkan, digantikan oleh SVR-red.), ia tidak ingin lagi berhubungan dengan dunia politik, ia hanya ingin menghabiskan masa tuanya di Kiev sebagai warga negara biasa. Tapi sejak ia membaca berita-berita politik mengenai Indonesia, semakin lama ia semakin terkejut melihat perkembangan politik dan sosial di Indonesia.
Menurutnya, fenomena yang sekarang terjadi sebenarnya pernah ia baca sejak tahun 1982 lalu. Bermula pada saat Yuri Andropov (bertugas pada tahun 1967-1982 di KGB) menjadi atasannya, ia ditempatkan di Indonesia untuk memberi bantuan pada kelompok dan gerakan di Indonesia yang anti blok Barat. Selama 11 tahun ia bertugas di Indonesia membuatnya lancar berbahasa Indonesia dan beberapa dialek daerah, dan ia pun mengaku senang dengan keramahan rakyat Indonesia. Beberapa teman bekas informannya dulu sampai kini masih menghubunginya lewat surat.
Pada tahun 1979 di mana pemerintahan Soeharto mulai menunjukkan titik terang kerjasama dengan blok Barat, KGB mengirimkan dua agennya Viktor Ogibalov yang keturunan Ukrania dan Igor ziashlavich seorang agen rahasia dari Angkatan Udara yang pernah menangani kasus Letnan Viktor Belenko yang membelot dengan MIG-25, untuk menemani Volodislavlich mencuri dokumen rahasia pemerintah RI.
Saat itu, bulan Juni 1979, mereka bertiga berhasil mendapatkan beberapa dokumen rahasia negara, dan merekannya di gulungan mikrofilm dari kamera Minox. Volodislavlich tidak bersedia menceritakan di mana dan bagaimana mereka mendapatkan dokumen-dokumen tersebut. Ia ingat betul di salah satu dokumen tersebut ada dokumen yang ditulis dengan kode rahasia. Menurut Ogibalov kode rahasia itu menggunakan metode Beale (kode yang menunjukkan kata dengan cara menggunakan nomor halaman, nomor paragraf, dan nomor urutan kata, misalnya 129:12:4 25:5:10, dst.). Selama setahun mereka mencari buku yang digunakan untuk acuan kode rahasia itu, tapi hasilnya nihil, dan akhirnya Andropov menginstruksikan mereka untuk menghentikan pemecahan kode tersebut atas desakan Politbiro.
Kasus itu sempat lama dilupakan, sampai akhirnya pada pertengahan bulan November 1981, Volodislavlich menerima kiriman misterius berisi kamus Indonesia - Inggris. Menurut informan Volodislavlich pada saat itu, pengirimnya dikenal sebagai triple agent KGB, CIA (Central Intelligence Agency - Agen Rahasia Amerika Serikat), dan agen rahasia nasional RI yang saat itu belum bernama Bakin. Volodislavlich juga menolak menyebutkan identitas triple agent ini. Beberapa hari Volodislavlich sempat dibingungkan oleh kamus tersebut yang tidak memberi petunjuk apa-apa. Sampai pada awal bulan Desember 1981, Volodislavlich mendengar bahwa ada agen CIA ditangkap di Minsk pada saat memecahkan kode rahasia dokumen KGB. Ia segera teringat kembali dengan dokumen tersebut dan segera mengontak Iziashlavich yang saat itu sedang ada di Surabaya.
Dengan resiko membuang waktu, ia bersama Iziashlavich dan Ogibalov mencoba memecahkan kode rahasia dari dokumen yang mereka curi tahun 1979 di kediaman Ogibalov di Kemang, Jakarta Selatan. Ternyata memang benar, kamus tersebut adalah buku acuannya. Ogibalov saat itu merasa mereka sudah terlambat, karena ia yakin pihak CIA juga sudah mendapatkan informasi itu. Tapi Volodislavlich bersikeras mengirimkan hasilnya kepada Andropov di Moskwa pada akhir Januari 1982. Menurut Volodislavlich, kalaupun CIA tahu akan hal ini, CIA baru akan membeberkannya 25 tahun kemudian dalam Fact File mereka. Itu berarti tahun 2007, dan itu menurut Volodislavlich artinya terlambat bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
Dokumen tersebut yang dienkripsi dengan komputer di Jerman Barat menceritakan apa-apa saja yang harus dilakukan jika pemerintahan orde baru runtuh sebagai balas dendam. Ternyata Soeharto sudah memperkirakan kemungkinan terburuk yang akan ia terima pada saat digulingkan dari tampuk kepemimpinan. Jika benar pada suatu saat ia dikudeta oleh rakyatnya, ia tak akan segan-segan membalas dendam kepada rakyatnya sendiri. Setelah membaca terjemahan dokumen ini, Politbiro (semacam dewan pemerintahan di Uni Soviet dulu) menggambarkan Soeharto bisa bertindak sebagai Hitler Asia, jika apa yang tertulis dalam dokumen itu benar-benar terjadi.
Berikut beberapa poin yang dirangkum dari dokumen yang masih disimpan Volodislavlich sampai sekarang.
Saudara seangkatan orde baru, saya sebagai pemimpin orde baru saat ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada saatnya nanti orde baru runtuh, adalah sebagai berikut:
1. Adu domba antara orang Pribumi dan China
Asimilasi antara pribumi dan WNI keturunan Cina ternyata sangat dihindari oleh orde baru, karena dengan bersatunya kedua kubu ini, akan semakin sulit untuk diadudomba. Dari dulu sampai sekarang intel (orde baru) Indonesia yang bertindak sebagai provokator selalu berusaha menciptakan jurang pemisah antara pribumi dan WNI Cina. Intel berusaha menciptakan image kepada pribumi bahwa Cina adalah penyedot kekayaan bangsa dan menjajah pribumi. Tak jarang juga ditemukan intel yang keturunan Cina juga menjadi provokator dengan sengaja menindas warga pribumi terang-terangan supaya mereka membenci Cina. Demikian pula disebutkan di dokumen ini bahwa jika orde baru runtuh, maka akan dilakukan tindakan pemerkosaan, perusakan, dan antipati terhadap Cina yang disuburkan intel supaya warga keturunan Cina membenci pribumi, dan tidak betah tinggal di Indonesia. Era orde baru juga akan dengan sengaja memberi kemudahan kepada para pengusaha Cina untuk lebih banyak berkembang supaya kelihatannya memang Cina adalah penindas pribumi. Tidak ada tanggal jelas dalam dokumen ini kapan gerakan ini akan dilaksanakan. Volodislavlich beranggapan bahwa kerusuhan Mei 1998 kemarin adalah tanggalnya.
2. Adu domba antar agama
Agama adalah hal yang sensitif di Indonesia, sehingga pemerintah orde baru menempatkan adu domba antar agama sebagai counter jika orde baru runtuh. Agama yang paling mudah diadudomba adalah mayoritas Islam dan Kristen. Sedangkan agama Katolik kelak akan menjadi agama yang paling dibenci pemerintah karena selain para pastornya dianggap terlalu mencampuri urusan pemerintah, juga karena hasil Konsili Vatican II di mana agama Katolik menyatakan bahwa Yesus hanya menjadi juru selamat umat Kristiani, dan mengakui Nabi Muhammad sebagai juru selamat umat Islam, Budha sebagai penyelamat umat Budha, dan lain-lainnya. Pemerintah orde baru mengusahakan agar hasil konsili itu tidak tersebar luas di masyarakat Indonesia. Intel-intel yang menyamar menjadi pendeta Kristen juga mengajak umatnya untuk "bertobat" agar tidak seperti umat Katolik yang mereka sebut sebagai penyembah berhala, juga provokator yang menodai mesjid pun berbuat yang sama untuk mengajak umatnya membenci agama lain. Provokator yang menodai gereja Kristen akan membuat aliran-aliran Kristen baru garis keras yang hanya mengakui Yesus sebagai juru selamat semua umat manusia, dan tidak mengakui nabi yang lain supaya terjadi konflik antara Kristen dan Islam. Hal ini digalang selama bertahun-tahun sehingga para umat beragama di Indonesia berpikir bahwa agamanyalah yang paling benar dan melupakan fungsi utama agama sebenarnya untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta, bukan untuk berselisih mempertahankan agamanya. Sedangkan agama Buda dan Hindu menurut pemerintah orde baru bukan merupakan ancaman serius, karena mereka lebih banyak mengurusi kehidupan agama mereka sendiri, tidak terlibat dalam politik. Jika sampai terjadi perang antar agama, pemerintah orde baru yang sudah runtuh bisa lebih mudah melumatkan rakyat Indonesia, dan akan mempunyai kesempatan membangun kembali pemerintahannya.
3. Penghancuran ekonomi secara total
Tidak disebutkan di dokumen ini mana yang akan menjadi sasaran penghancuran ekonomi, ia menganggap merosotnya nilai tukar mata uang rupiah dan penghancuran Glodok adalah yang dimaksud pemerintah orde baru.
4. Mendirikan pemerintahan boneka setelah era orde baru runtuh
Poin-poin yang ada di dokumen itu menurut Volodislavlich seluruhnya berjumlah 58 poin, dan tidak akan cukup dijabarkan di sini. Ia berencana menulis buku tentang hal ini apa pun resikonya, karena ia mengaku selama 11 tahun di Indonesia sudah sering sekali dibantu rakyat Indonesia.Tak sedikit pula para sahabatnya yang dulu menjadi informan yang sekarang tinggal di Indonesia. Buku rencananya akan diterbitkan dengan judul "Pro Maya Drug: Dasvidaniya!"yang mungkin akan diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi "For My Friends: Goodbye!".
Yang paling menakutkan menurut Volodislavlich adalah poin ke 47 ke atas mengenai rencana balas dendam terhadap rakyat sendiri. Semula ia tak percaya bahwa pemerintah orde baru akan tega melakukannya, karena sekejam-kejamnya Hitler pun saat itu membantai Yahudi, bukan bangsanya sendiri. Tapi Volodislavlich menjadi ragu ketika ia mendapat kabar dari salah seorang bekas informannya yang sekarang bekerja di kantor dirjen imigrasi di Indonesia yang menyatakan bahwa fiskal di Indonesia akan dinaikkan dari Rp 1.000.000,- menjadi Rp. 4.000.000,- bulan Maret 1999 , dan informannya itu pun mengatakan bahwa bulan November 1999 pemerintah akan menaikkan lagi menjadi 8 juta rupiah.
Volodislavlich menambahkan bahwa dendam pemerintah orde baru yang runtuh adalah dengan mengurung bangsanya sendiri untuk kemudian dibantai sampai habis, kemudian digantikan oleh orang-orang yang pro orde baru. Dokumen itu menyebutkan pembataian besar-besaran itu akan menggunakan cara meracuni air PDAM (sekarang PAM) dan senjata biologi, dengan syarat semua rakyat yang menyebabkan runtuhnya orde baru sudah terkurung. Volodislavlich semakin yakin bahwa pemerintahan Habibie adalah bentuk pemerintahan boneka Soeharto jika pemerintah Indonesia benar-benar menaikkan tarif fiskal menjadi 4 juta. Karena disebutkan dalam dokumen tersebut, salah satu cara untuk mengurung bangsa Indonesia adalah tidak memperbolehkan mereka ke luar negeri. Menurut pengamatan Volodislavlich, jika rakyat masih memusuhi dan mengutuk Soeharto, jangan heran jika tahun 2000 fiskal mendadak naik menjadi 15 juta rupiah atau 20 juta rupiah.
Volodislavlich berujar bahwa menurut perkiraannya, Soeharto ingin melihat Indonesia hancur total sebelum ia mangkat, sebagai balas dendam terhadap rakyatnya yang sudah kurang ajar terhadapnya. Habibie sudah mendapat instruksi untuk tidak menggubris kecaman dunia internasional atau rakyat terhadap kenaikan tarif fiskal ini, karena tujuan kenaikan tarif ini adalah untuk menahan sebanyak mungkin warga Indonesia supaya tidak ke luar negeri, dan itu berarti akan makin banyak warga Indonesia yang akan dibantai oleh gerakan bawah tanah orde baru kelak. Ketika ditanya kapan pembataian besar-besaran itu akan terjadi, Volodislavlich terdiam sejenak, kemudian ia menjawab, menurut dokumen itu, pembantaian akbar akan terjadi 3 hari setelah Soeharto mangkat. Volodislavlich juga tidak menjawab siapa saja tokoh pro orde baru di Indonesia sekarang. Dia mengaku tidak tahu pasti karena ia sudah tidak terlibat langsung dengan dunia intelijen.
"Mungkin anda harus bertanya pada para agen CIA yang masih mempunyai rasa solidaritas dengan rakyat Indonesia" tambahnya.
(cfd/kiev/021999)
(resource: mail-archive)
1 komentar:
jika memang bener seperti ini,,,ternyata semua yang terjadi itu sudah terkonsep sejak duhulu ya,,
terlalu licik ya gan,,,,
Posting Komentar
Jika merasa artikel yang telah Anda baca bermanfaat, silahkan meninggalkan komentar